Nama lengkapnya adalah Said bin Zayd
bin Amru bin Nufail Al Adawi. Dia adalah salah satu Rosulullah Saw yang berasal
dari kaum Quraisy dan termasuk golongan kedalam golongan sepuluh sahabat yang
dijanjikan akan masuk surga. Said dilahirkan di Makkah 22 tahun sebelum
hijriyah dan sering kali dipanggil dengan sebutan Abul Awaar.
Said adalah putra Zaid seorang yang
selama hidupnya selalu mencari kebenaran akan agama yang haq. Dia juga tidak
mempercayai akan agama yang dianut oleh nenek moyangnya. Zaid juga dikenal
sebagai penyelamat bayi perempuan pada masa jahiliyah, karena di masa itu
mempunyai bayi perempuan dianggap sebuah aib besar yang dapat meruntuhkan
kehormatan keluarga. Zaid menyelamatkan para bayi perempuan dengan
mengangkatnya sebagai anak dan kemudian mengasuhnya.
Ketidakpercayaan Zaid terhadap
ajaran nenek moyangnya dapat dibuktikan dalam sebuah peristiwa yakni; suatu
hari Zaid bin Amr bin Nufail berdiri di tengah-tengah orang banyak yang
berdesak-desakan menyaksikan kaum Quraisy berpesta merayakan salah satu hari
besar mereka. Kaum pria memakai serban sundusi yang mahal, yang kelihatan
seperti kerudung Yaman yang lebih mahal. Kaum wanita dan anak-anak berpakaian
bagus warna menyala dan mengenakan perhiasan indah-indah. Hewan-hewan ternak
pun dipakaikan bermacam-macam perhiasan dan ditarik orang-orang untuk
disembelih di hadapan patung-patung yang mereka sembah.
Kemudian Zaid bersandar ke dinding
Kabah dan berkata, “Hai kaum Quraisy! hewan itu diciptakan Allah. Dialah yang
menurunkan hujan dari langit supaya hewan-hewan itu minum sepuas-puasnya.
Dialah yang menumbuhkan rumput-rumputan supaya hewan – hewan itu makan
sekenyang-kenyangnya. Kemudian, kalian sembelih hewan-hewan itu tanpa menyebut
nama Allah. Sungguh bodoh dan sesat kalian.”
Al-Khattab, ayah Umar bin Khottob,
berdiri menghampiri Zaid, lalu ditamparnya Zaid. Kata Al-Khattab, “Kurang ajar
kau! kami sudah sering mendengar kata-katamu yang kotor itu, namun kami biarkan
saja. Kini kesabaran kami sudah habis!” Kemudian, dihasutnya orang-orang bodoh
supaya menyakiti Zaid. Zaid benar-benar disakiti mereka dengan sungguh-sungguh
sehingga dia terpaksa menyingkir dari kota Mekah ke Bukit Hira. Al-Khattab
menyerahkan urusan Zaid kepada sekelompok pemuda Quraisy untuk
menghalang-halanginya masuk kota. Karena itu, Zaid terpaksa pulang dengan
sembunyi-sembunyi.
Dalam kisah lain disebutkan juga
bahwa suatu hari Zaid bin Amr bin Nufail berkumpul ketika orang-orang Quraisy
tengah bersama-sama dengan Waraqah bin Naufal. Abdullah bin Jahsy, Utsman bin
Harits, dan Umaimah binti Abdul Muthallib, bibi Muhammad saw. Mereka berbicara
tentang kepercayaan masyarakat Arab yang sudah jauh tersesat. Pada saat itu
Zaid berkata, “Demi Allah! sesungguhnya Saudara-Saudara sudah maklum bahwa
bangsa kita sudah tidak memiliki agama. Mereka sudah sesat dan menyeleweng dari
agama Ibrahim yang lurus. Karena itu, marilah kita pelajari suatu agama yang
dapat kita pegang jika Saudara-Saudara ingin beruntung.”
Keempat orang itu akhirnya pergi
menemui pendeta-pendeta Yahudi, Nasrani, dan pemimpin-pemimpin agama lain untuk
menyelidiki dan mempelajari agama Ibrahim yang murni. Waraqah bin Naufal
akhirnya meyakini agama Nasrani sebagai agama yang dipegannya. Sementara
Abdullah bin Jahsy dan Utsman bin Harits tidak menemukan apa-apa. Adapun Zaid
bin Amr bin Nufail mengalami kisah tersendiri ketika sedang dalam pencarian
agama tersebut. Zaid mempelajari agama Yahudi dan Nasrani. Tetapi, keduanya
ditinggalkannya karena dia tidak memperoleh sesuatu yang dapat menenteramkan
hati dan menjawab kegelisahan-kegelisahannya. Kemudian Zaidpun berkelana ke
berbagai pelosok mencari agama Ibrahim. Ketika dia sampai ke negeri Syam, dia
diberitahu tentang seorang Rahib yang mengerti ilmu kitab. Kemudian dia
mendatangi sang Rahib untuk menceritakan kepadanya tentang kegelisahannya
tentang agama nenek moyangnya serta pengalamannya dalam mempelajari agama
Yahudi dan Nasrani.
Mendengar cerita dari Zaid, kemudian
sang Rahib tersebut berkata: “Saya tahu engkau sedang mencari agama Ibrahim,
hai putra Mekah?”, Zaid pun menjawab: “Betul, itulah yang saya inginkan.”
Kemudia sang Rahib berkata: “Anda mencari agama yang dewasa ini sudah tak
mungkin lagi ditemukan. Tetapi, pulanglah Anda ke negeri Anda. Allah akan
membangkitkan seorang nabi di tengah-tengah bangsa Anda untuk menyempurnakan
agama Ibrahim. Bila Anda bertemu dengan dia, tetaplah Anda bersamanya.”
Mendengar keterangan dari rahib
tersebut, akhirnya Zaid berhenti berkelana dan dia memutuskan untuk kembali ke
Mekah menunggu nabi yang dijanjikan. Ketika Zaid sedang dalam perjalanan
pulang. Allah mengutus Muhammad menjadi nabi dan rasul dengan agama yang hak.
Tetapi, Zaid belum sempat bertemu dengan beliau, dia dihadang perampok-perampok
Badui di tengah jalan dan terbunuh sebelum ia kembali ke Mekah. Waktu dia akan
menghembuskan napasnya yang terakhir, Zaid menengadah ke langit dan berkata,
“Wahai Allah, jika Engkau mengharamkanku dari agama yang lurus ini, janganlah
anakku Sa’id diharamkan pula daripadanya.”
Do’a Zaid inipun dikabulkan oleh
Allah. Putra kesayangannya Said akhirnya menjadi seorang muslim bahkan menjadi
pelopor dari keislaman orang-orang Quraisy lainnya. Sebagai seseorang yang
dididik dari keluarga yang tidak mempercayai tradisi agama nenek moyangnya,
tentu membuat Said begitu mudah untuk menjadi muslim begitu dia mendengar Nabi
Saw menyerukan dakwah kepada agama kebenaran. Karenanya Said termasuk golongan
orang yang pertama-tama masuk Islam. Dia mempercayai ajaran baru yang di bawa
oleh seorang utusan Allah Muhammad Saw di saat banyak orang masih
meragukannya. Masuknya Said kedalam Islam tidak
lepas dari berbagai siksaan dari orang-orang kafir yang tidak rela kehilangan
pengikut agama nenek moyangnya. Dia menyatakan dirinya sebagai seorang muslim
bersama istrinya Fatimah binti Khattab, adik perempuan Umar bin Khattab,
seorang pemuka Qurasiy yang pada saat itu sangat membenci ajaran baru yang
dibawa oleh Muhammad. Said menjadi seorang muslim dalam usia 20 tahun. Dia
tetap teguh dalam keimanannya ketika mengalami berbagai siksaan. Bahkan
keteguhan Said bersama istrinya dalam meyakini ajaran agamanya telah meluluhkan
hati Umar bin Khattab seorang yang mempunyai hati yang keras dan pada saat itu
menjadi salah satu penghalang yang berat bagi dakwah Rosulullah Saw.
Said adalah seorang yang mengabdikan
seluruh hidupnya bagi kepentingan agamanya. Dia ikut serta dalam hijrah kaum
muslimin baik hijrah ke negeri Habasya maupun hijrah ke Madinah. Dia juga selalu
mengikuti peperangan pada masa Nabi Saw, kecuali perang Badar karena saat itu
dia bersama Thalhah bin Ubaidillah mendapat tugas dari Rosulullah Saw untuk
mengintai orang-orang Quraisy. Said juga ikut serta dalam salah satu perang
terbesar dalam sejarah umat muslim yakni perang Yarmuk yang menggulingkan
kekuasaan bangsa Romawi masa itu, dia juga mengikuti perang dalam menggulingkan
kekuasaan Persia yang semuanya terjadi pada pemerintahan khalifah Umar bin
Khattab. Said juga mengikuti perang dalam menaklukkan Damsyiq, bahkan Abu
Ubaidah bin Jarrah mengangkat Sa’id bin Zaid menjadi wali di sana. Dialah wali
kota pertama dari kaum muslimin setelah kota itu dikuasai.
Said juga seorang ahli ibadah yang
doanya seringkali dikabulkan oleh Allah. Dalam sebuah kisah disebutkan bahwa
pada masa pemerintahan Bani Umayah, merebak suatu isu dalam waktu yang lama di
kalangan penduduk Yatsrib terhadap Sa’id bin Zaid. Yakni, seorang wanita
bernama Arwa binti uwais telah menuduh Sa’id bin Zaid merampas tanahnya dan
menggabungkannya dengan tanah Said sendiri. Wanita tersebut menyebarkan
tuduhannya itu kepada seluruh kaum muslimin, dan kemudian mengadukan perkaranya
kepada Wali Kota Madinah, yang pada saat itu adalah Marwan bin Hakam. Marwan
menerima pengaduan tersebut dan kemudian mengirimkan beberapa petugas kepada
Sa’id untuk menanyakan perihal tuduhan wanita tersebut. Sahabat Rasulullah Saw
ini merasa prihatin atas fitnah yang dituduhkan kepadanya itu.
Kemudian Sa’id berkata: “Dia
menuduhku menzaliminya (meramapas tanahnya yang berbatasan dengan tanah saya).
Bagaimana mungkin saya menzaliminya, padahal saya telah mendengar Rasulullah
saw. bersabda, “Siapa saja yang mengambil tanah orang lain walaupun sejengkal,
nanti di hari kiamat Allah memikulkan tujuh lapis bumi kepadanya. Wahai Allah!
dia menuduh saya menzaliminya. Seandainya tuduhan itu palsu, butakanlah matanya
dan ceburkan dia ke sumur yang dipersengketakannya dengan saya. Buktikanlah
kepada kaum muslimin sejelas-jelasnya bahwa tanah itu adalah hak saya dan bahwa
saya tidak pernah menzaliminya.”
Tidak berapa lama kemudian, terjadi
banjir yang belum pernah terjadi seperti itu sebelumnya. Maka, terbukalah tanda
batas tanah Sa’id dan tanah Arwa yang mereka perselisihkan. Sehingga kaum
muslimin memperoleh bukti bahwa Sa’idlah yang benar, sedangkan tuduhan wanita
itu adalah palsu. Hanya sebulan sesudah peristiwa itu, wanita tersebut menjadi
buta. Ketika dia berjalan meraba-raba di tanah yang dipersengketakannya, dia
pun jatuh ke dalam sumur.
Begitulah sosok seorang Said bin
Zaid, salah satu sahabat Rosulullah Saw yang dijanjikan akan masuk surga. Dia
meninggal dalam usia 73 tahun di Madinah pada tahun 51 H
Assalamu'alaikum,
BalasHapusMasya Allah hebatnya iman Said dan Ayahnya Zaid. Saya pernah mendengar perihal Said tetapi tidak pernah membaca kisah ayahnya Zaid. Terima kasih atas tulisan tuan.
Pagi tadi saya mendengar kuliah subuh Ustaz Noorazam (UKM) dekat surau rumah saya di Bangi mengenai Zaid bin Amru.
Menurut Ustaz, pada satu hari Sayidima Umar pergi bertanya Rasulullah mengenai nasib Zaid (pencari kebenaran yang mati tidak sempat bertemu dan beriman kepada Rasulullah).
Menurut Ustaz Noorazam, Rasulullah berkata, "Di Hari Kiamat, dia (Zaid bin Amru) akan dibangkit sebagai satu ummat (walaupun dia seorang).
Hebatnya dia kerana hatinya yang beriman kepada Allah pada penghujung usia sedang waktu itu dakwah Rasulullah amat baru dan belum berkembang.
Bagaimana cara atau kiat jitu menjual kaos Dakwah, yuk kita simak tulisan ini: Kiat Jitu Merintis Pabrik Kaos Dakwah
BalasHapus